BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Oppenheim-Lauterpacht,
unsur-unsur negara adalah:
- Unsur pembentuk negara (konstitutif): wilayah/ daerah, rakyat, pemerintah yang berdaulat
- Unsur deklaratif: pengakuan oleh negara lain
1. Wilayah/ Daerah
1) Daratan
Wilayah
daratan ada di permukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan di dalam tanah di
bawah permukaan bumi. Artinya, semua kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi dalam batas-batas negara adalah hak sepenuhnya negara pemilik wilayah.
Batas-batas
wilayah daratan suatu negara dapat berupa:
·
Batas
alam, misalnya: sungai, danau, pegunungan, lembah
·
Batas
buatan, misalnya: pagar tembok, pagar kawat berduri, parit
·
Batas
menurut ilmu alam: berupa garis lintang dan garis bujur peta bumi
2)
Lautan
Lautan
yang merupakan wilayah suatu negara disebut laut teritorial negara itu,
sedangkan laut di luarnya disebut laut terbuka (laut bebas, mare liberum).
Ada dua
konsepsi pokok tentang laut, yaitu: 1) Res Nullius, yang menyatakan
bahwa laut tidak ada pemiliknya, sehingga dapat diambil/ dimiliki oleh setiap
negara; 2) Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama
masyarakat dunia dan karenanya tidak dapat diambil/ dimiliki oleh setiap
negara.
Tidak ada
ketentuan dalam hukum internasional yang menyeragamkan lebar laut teritorial
setiap negara. Kebanyakan negara secara sepihak menentukan sendiri wilayah
lautnya. Pada umumnya dianut tiga (3) mil laut (± 5,5 km) seperti Kanada dan
Australia. Tetapi ada pula yang menentukan batas 12 mil laut (Chili dan
Indonesia), bahkan 200 mil laut (El Salvador). Batas laut Indonesia sejauh 12
mil laut diumumkan kepada masyarakat internasional melalui Deklarasi Juanda
pada tanggal 13 Desember 1957.
Pada
tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay (Jamaica), ditandatangani traktat
multilateral yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan lautan,
misalnya: permukaan dan dasar laut, aspek ekonomi, perdagangan, hukum, militer
dan lingkungan hidup. Traktat tersebut ditandatangani 119 delegasi peserta yang
terdiri dari 117 negara dan dua organisasi kebangsaan.
3) Udara
Wilayah
udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan lautan negara itu. Kekuasaan
atas wilayah udara suatu negara itu pertama kali diatur dalam Perjanjian Paris
pada tahun 1919 (dimuat dalam Lembaran Negara Hindia Belanda No.536/1928 dan
No.339/1933). Perjanjian Havana pada tahun 1928 yang dihadiri 27 negara
menegaskan bahwa setiap negara berkuasa penuh atas udara di wilayahnya. Hanya
seizin dan atau menurut perjanjian tertentu, pesawat terbang suatu negara boleh
melakukan penerbangan di atas negara lain. Demikian pula Persetujuan Chicago
1944 menentukan bahwa penerbangan internasional melintasi negara tanpa mendarat
atau mendarat untuk tujuan transit dapat dilakukan hanya seizin negara yang
bersangkutan. Sedangkan Persetujuan Internasional 1967 mengatur tentang angkasa
yang tidak bisa dimiliki oleh negara di bawahnya dengan alasan segi kemanfaatan
untuk semua negara dan tujuan perdamaian.
4) Wilayah Ekstrateritorial
Wilayah
ekstrateritorial adalah tempat-tempat yang menurut hukum internasional diakui
sebagai wilayah kekuasaan suatu negara – meskipun tempat itu berada di wilayah
negara lain. Termasuk di dalamnya adalah tempat bekerja perwakilan suatu
negara, kapal-kapal laut yang berlayar di laut terbuka di bawah suatu bendera
negara tertentu. Di wilayah itu pengibaran bendera negara yang bersangkutan
diperbolehkan. Demikian pula pemungutan suara warga negara yang sedang berada
di negara lain untuk pemilu di negara asalnya. Contoh: di atas kapal (floating
island) berbendera Indonesia berlaku kekuasaan negara dan undang-undang
NKRI.
2. Rakyat
Rakyat
(Inggris: people; Belanda: volk) adalah kumpulan manusia yang
hidup bersama dalam suatu masyarakat penghuni suatu negara, meskipun mereka ini
mungkin berasal dari keturunan dan memiliki kepercayaan yang berbeda. Selain
rakyat, penghuni negara juga disebut bangsa. Para ahli menggunakan istilah
rakyat dalam pengertian sosiologis dan bangsa dalam pengertian politis. Rakyat
adalah sekelompok manusia yang memiliki suatu kebudayaan yang sama, misalnya
memiliki kesamaan bahasa dan adat istiadat. Sedangkan bangsa – menurut Ernest
Renan – adalah sekelompok manusia yang dipersatukan oleh kesamaan sejarah
dan cita-cita. Hasrat bersatu yang didorong oleh kesamaan sejarah dan cita-cita
meningkatkan rakyat menjadi bangsa. Dengan perkataan lain, bangsa adalah rakyat
yang berkesadaran membentuk negara. Suatu bangsa tidak selalu terbentuk dari
rakyat seketurunan, sebahasa, seagama atau adat istiadat tertentu kendati
kesamaan itu besar pengaruhnya dalam proses pembentukan bangsa. Sekadar contoh,
bangsa Amerika Serikat sangat heterogen, banyak ras, bahasa dan agama; bangsa
Swiss menggunakan tiga bahasa yang sama kuatnya; bangsa Indonesia memiliki
ratusan suku, agama, bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Secara geopolitis,
selain harus memiliki sejarah dan cita-cita yang sama, suatu bangsa juga harus terikat
oleh tanah air yang sama.
Rakyat merupakan unsur terpenting dalam
negara karena manusialah yang berkepentingan agar organisasi negara dapat
berjalan dengan baik. Rakyat suatu negara dibedakan antara: a) penduduk dan
bukan penduduk; b) warga negara dan bukan warga negara.
Penduduk ialah mereka yang bertempat tinggal
atau berdomisili tetap di dalam wilayah negara. Sedangkan bukan penduduk ialah
mereka yang ada di dalam wilayah negara, tetapi tidak bermaksud bertempat
tinggal di negara itu. Warga negara
ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari suatu negara.
Sedangkan bukan warga negara disebut orang asing atau warga negara asing (WNA).
Aristoteles
menyebut manusia sebagai zoon politikon, artinya makhluk yang pada
dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya atau makhluk yang
suka bermasyarakat. Manusia adalah makhluk individu (perseorangan) sekaligus
makhluk sosial. Secara singkat yang disebut masyarakat adalah persatuan manusia
yang timbul dari kodrat yang sama itu.
Penyebab
manusia selalu hidup bermasyarakat antara lain adalah dorongan kesatuan
biologis dalam naluri manusia, yaitu:
- hasrat untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum;
- hasrat untuk membela diri;
- hasrat untuk melanjutkan keturunan.
3. Pemerintah yang berdaulat
Istilah
Pemerintah merupakan terjemahan dari kata asing Gorvernment (Inggris), Gouvernement
(Prancis) yang berasal dari kata Yunani κουβερμαν yang berarti mengemudikan
kapal (nahkoda). Dalam arti luas, Pemerintah adalah gabungan dari semua badan
kenegaraan (eksekutif, legislatif, yudikatif) yang berkuasa memerintah di
wilayah suatu negara. Dalam arti sempit, Pemerintah mencakup lembaga eksekutif
saja.
Istilah
kedaulatan merupakan terjemahan dari sovereignty (Inggris), souveranete
(Prancis), sovranus (Italia) yang semuanya diturunkan dari kata supremus
(Latin) yang berarti tertinggi. Kedaulatan berarti kekuasan yang tertinggi,
tidak di bawah kekuasaan lain.
Pemerintah
yang berdaulat berarti pemerintah yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam
negaranya dan tidak berada di bawah kekuasaan pemerintah negara lain. Maka,
dikatakan bahwa pemerintah yang berdaulat itu berkuasa ke dalam dan ke luar:
- Kekuasaan ke dalam, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat dalam negara itu;
- Kekuasaan ke luar, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan diakui oleh negara-negara lain.
4. Pengakuan oleh negara lain
Pengakuan
oleh negara lain didasarkan pada hukum internasional. Pengakuan itu bersifat
deklaratif/ evidenter, bukan konstitutif. Proklamasi kemerdekaan Amerika
Serikat dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 1776, namun Inggris (yang pernah
berkuasa di wilayah AS) baru mengakui kemerdekaan negara itu pada tahun 1783.
Adanya
pengakuan dari negara lain menjadi tanda bahwa suatu negara baru yang telah
memenuhi persyaratan konstitutif diterima sebagai anggota baru dalam pergaulan
antarnegara. Dipandang dari sudut hukum internasional, faktor pengakuan sangat
penting, yaitu untuk:
- tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan-hubungan internasional;
- menjamin kelanjutan hubungan-hubungan intenasional dengan jalan mencegah kekosongan hukum yang merugikan, baik bagi kepentingan-kepentingan individu maupun hubungan antarnegara.
Menurut
Oppenheimer, pengakuan oleh negara lain terhadap berdirinya suatu negara
semata-mata merupakan syarat konstitutif untuk menjadi an international
person. Dalam kedudukan itu, keberadaan negara sebagai kenyataan fisik
(pengakuan de facto) secara formal dapat ditingkatkan kedudukannya
menjadi suatu judicial fact (pengakuan de jure).
Pengakuan
de facto adalah pengakuan menurut kenyataan bahwa suatu negara telah
berdiri dan menjalankan kekuasaan sebagaimana negara berdaulat lainnya.
Sedangkan pengakuan de jure adalah pengakuan secara hukum bahwa suatu
negara telah berdiri dan diakui kedaulatannya berdasarkan hukum internasional.
Perbedaan antara pengakuan de facto dan pengakuan dPe
jure antara lain adalah:
- Hanya negara atau pemerintah yang diakui secara de jure yang dapat mengajukan klaim atas harta benda yang berada dalam wilayah negara yang mengakui.
- Wakil-wakil dari negara yang diakui secara de facto secara hukum tidak berhak atas kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewah diplomatik secara penuh.
- Pengakuan de facto – karena sifatnya sementara – pada prinsipnya dapat ditarik kembali.
- Apabila suatu negara berdaulat yang diakui secara de jure memberikan kemerdekaan kepada suatu wilayah jajahan, maka negara yang baru merdeka itu harus diakui secara de jure pula.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Unsur-unsur
negara terpenuhi pada tanggal 18 Agustus 1945. Pengakuan pertama diberikan oleh
Mesir, yaitu pada tanggal 10 Juni 1947. Berturut-turut kemerdekaan Indonesia
itu kemudian diakui oleh Lebanon, Arab Saudi, Afghanistan, Syria dan Burma.
Pengakuan de facto diberikan Belanda kepada Republik Indonesia atas
wilayah Jawa, Madura dan Sumatra dalam Perundingan Linggarjati tahun 1947.
Sedangkan pengakuan de jure diberikan Belanda pada tanggal 27 Desember
1949 dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pengakuan
terhadap negara baru dalam kenyataannya lebih merupakan masalah politik
daripada masalah hukum. Artinya, pertimbangan politik akan lebih berpengaruh
dalam pemberian pengakuan oleh negara lain. Pengakuan itu merupakan tindakan
bebas dari negara lain yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu yang
terorganisasi secara politik, tidak terikat kepada negara lain, berkemampuan
menaati kewajiban-kewajiban hukum internasional dalam statusnya sebagai anggota
masyarakat internasional.
Menurut
Starke, tindakan pemberian pengakuan dapat dilakukan secara tegas (expressed),
yaitu pengakuan yang dinyatakan secara resmi berupa nota diplomatik, pesan
pribadi kepala negara atau menteri luar negeri, pernyataan parlemen, atau
melalui traktat. Pengakuan juga dapat dilakukan secara tidak tegas (implied),
yaitu pengakuan yang ditampakkan oleh hubungan tertentu antara negara yang
mengakui dengan negara atau pemerintahan baru.
Ada
dua teori pengakuan yang saling bertentangan:
- Teori Konstitutif, yaitu teori yang menyatakan bahwa hanya tindakan pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan atau yang melengkapi pemerintah baru dengan otoritasnya di lingkungan internasional
- Teori Deklaratoir atau Evidenter, yaitu teori yang menyatakan bahwa status kenegaraan atau otoritas pemerintah baru telah ada sebelum adanya pengakuan dan status itu tidak bergantung pada pengakuan yang diberikan. Tindakan pengakuan hanyalah pengumuman secara resmi terhadap fakta yang telah ada.
Pendukung
teori pengakuan antara lain: Brierly, Francois, Fischer, Williams, Erich,
Tervooren, Schwarzen Berger, Konvensi Montevideo 1933
Tidak ada komentar:
Posting Komentar